Dan buatku, gadget berupa bb atau smartphone dan MP4 atau iPod memang merupakan ‘kebutuhan’ remaja sekarang, walaupun banyak juga orang tua yang mangatakan bahwa barang2 tersebut tidak baik untuk remaja. Memang, masing2 orang tua mempunyai konsep sendiri2 dalam mendidik anak2nya.
Dalam mendidik anak2ku, aku tidak terlalu ‘keras’ sebagai orang tua tunggal, dan tidak seperti orang tuaku yang mendidikku sangat keras. Jujur, aku sering agak merasa ‘bersalah’ ketika anak2ku meminta perhatian lebih dari aku, mamanya, sehingga aku sering trenyuh jika aku harus bekerja lebih keras untuk juga membiayai mereka semua, padahal mereka ingin mamanya menemani mereka. Dan hasilnya, bahwa hampir semua permintaan mereka aku turuti, sepanjang aku mampu dan aku pertimbangkan untuk kebutuhan mereka, bukan hanya sekedar berfoya2.
Begitu anak2ku sudah mengenal ‘dunia’, masing2 mereka minta dibelikan hp yang kemudian berevolusi menjadi smartphone atau bb. Aku sangat memakluminya. Bukan hanya untuk mereka berinteraksi dan bersosialisasi antar mereka dan teman2nya saja, tetapi juga bisa untuk berhubungan antara aku yang selalu berada di kantor seharian penuh dengan anak2 yang padat berkegiatan, juga sehari penuh, setiap hari.
Mereka juga menginginkan musik, secara mereka memang sangat suka musik, sehingga masing2 aku belikan MP4 serta iPod, bukan hanya untuk berfoya2, tetapi mempertimbangkan kebutuhan mereka sebagai remaja.
Suatu ketika, sekitar 1 minggu lalu, tiba2 sebuah sms mengejutkanku. Papaku, tumben … Kenapa tidak pakai bbm? Aku buka, ternyata memang papaku memforward sms wali kelas Michelle untuk memberitahukan bahwa bb dan iPhodnya di sita oleh sekolahnya. Hmmmmm ….., aku hanya tersenyum. Sebagai orang tua, aku sangat yakin bahwa sekolah, apalagi sebuah sekolah swasta yang ketat, dan berdisiplin, pasti melarang anak2 didiknya untuk membawa gadget. Pun kalau memang boleh dibawa, hanya boleh di pakai jika istirahat atau sepulang sekolah, bukan di dalam kelas dalam keadaan ‘terbuka’ …..
Aku dan papaku membalas sms wali kelas Michelle, bahwa sebenarnya itulah yang kami inginkan, bahwa memang tidak seharusnya bb dan iPodnya disimpan di rumah, bukan dibawa ke sekolah.
Sepulang dari kantor, aku berharap dan menunggu, pa yang mau diceritakan Michelle tanpa aku mulai menanyakannya. Makan malam bersama, biasanya memang ajang berkumpul dan berdiskusi dalam keseharian kami masing2 di setiap harinya. Kupikir, Michelle tidak mau menceritakan tentang bb dan iPodnya yang disita. Tetapi ketika kami saling mentertawakan yang lucu2 hari itu, tiba2 terhenti ketika Michelle agak cemberut manja dan berkata,
“Ma, tadi bb dan iPodku disita sama bu Manggar”
Aku hanya tersenyum sambil bertanya,
“Kenapa? Kan biasanya bb dan iPod kamu disimpan di rumah? Koq bisa disita?”
“Iya ma. Kemarin temanku minta aku bawa bb dan iPod”
“Terus, kenapa kamu iya-in? Memang dia ga punya bb atau musik?”, aku bertanya lagi.
“Dia hanya melihat2 saja, ma, karena dia mau minta dibelikan seperti punyaku”.
“Jam pelajaran matematika bu Manggar ngajar. Bb ku dipinjem temanku tapi iPodku sih ada di tasku. Terus, tiba2 ketahuan bu Manggar dan bb ku yang di temanku, disita. Trus, bu Manggar malah aduk2 tasku dan iPodku juga disita”, kata Michelle sambil cemberut manja.
Aku tetap tersenyum, ketika Michelle bertambah cemberut karena aku justru meledeknya. Kukatakan,
“Makanya, semua kata2 orang tua itu pasti benar! Bahwa kamu tidak boleh ini dan itu, tetapi kamu sering ga mau dengar, kan?”
Versi bu Manggar, bahwa beliau melihat memang bb Michelle di pakai temannya DI DALAM KELAS untuk chatting di Facebook, dan Michelle pun ternyata sembunyi2 mendengarkan lagu kesayangannya lewat iPod. Hmmmmm …… walau dia sudah jujur bercerita adaku, tetapi mungkin juga tidak terlalu jujur dalam menceritakan masalahnya dengan detail, walau aku tidak bertanya2 lebih lanjut, karena toh belum tentu juga itu yang terjadi.
Aku ingin sebijaksana mungkin menghadapi ABG2 ku dalam membimbing hidupnya untuk masa depannya. Aku, seorang ’single parent’, ingin selalu mendapat tempat di hati anak2ku, dengan tidak akan pernah ( sangat berusaha ) memarahinya, walaupun mereka justru sering membuat aku kesal dengan tingkah polah mereka …..
Cerita Michelee, membuat aku bertambah merenung, banyak hal. Pertama, bahwa gadget memang benar2 merupakan kebutuhan remaja, dan sebagai orang tua, aku akan berjuang untuk memenuhi kebutuhannya, sebaik2nya. Kedua, bahwa gadget bisa membuat remaja menjadi ‘manja’, nyaman dan ‘terbius’, walau banyak sudah dari mereka bisa mengendalikan diri. Seperti Michelle, sebenarnya dia sudah bisa mengendalikan dirinya, dengan menurut apa yang aku inginkan. Tetapi, toh tetap bisa ‘terjatuh’ dan gadgetnya disita oleh sekolahnya.
Dan yang paling ‘crusial’ adalah bahwa gadget bisa ‘mempengaruhi’ teman2nya, yang mungkin mereka tidak mampu sepertinya. Sehingga, kecemburuan sosialpun bertambah besar. Makanya, biasanya memang di sekolah anak2ku tidak boleh membawa gadget, selain bisa mengganggu proses belajar mengajar, juga bisa menjadikan kecemburuan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar