Menurut Charles Pinanti, dalam bukunya seks origins and intimate things, sarung sarung untuk menutupi penis telah dipakai pada berabad-abad silam. Sejarah menunjukan orang roma, bahkan orang mesir menggunakan kulit tipis dari kandung kemih dan usus binatang sebagai “sarung”.
Kondom primitif tersebut digunakan bukan untuk mencegah kehamilan melainkan mecegah penyakit menular. Sedangkan untuk mencegah kehamilan sejak dahulu kaum pria mengandalkan wanita untuk memilih kontrasepsi.
Adalah Gabriello Fallopia dokter asala italia yang hidup abad 17 yang pertama kali menjelaskan dua tabung pipih yang pertama kali menjelasakan dua tabung pipih pembawa sel telur dari ovarium ke uterus. Ia dikenal sebagai “bapak Kondom” karena pada pertenganhan tahun 1700an ia membuat sarung linen yang berukuran pas (fit) di bagian penis dan melindungi permukaan kulit. Penemuannya ini di uji coba kepada 1000 pria dan sukses.
Kondom di abad 17 berbentuk tebal dan dibuat dari usus binatang, selaput ikan atau bahan linen yang licin. Namun dipandang kondom mengurangi kenikmatan seksual dan tidak selalu manjur mencegah penularan penyakit kelamin (akibat penggunaan berulang-ulang tanpa di cuci) kondom pun menjadi tidak populer bahkan menjadi bahan olok-olok. Seorang bangsawan perancis pada kala itu menyebut kondom sebagai “tameng melawan cinta” sarung pelindung dari penyakit”
Bentuk kondom pun makin lama makin disesuaikan agar tujuan aman dan nyaman tercapai. Setelah era usus kambing beberapa bahan pun di coba untuk membuat kondom.
Kondom Karet
Sarung yang dibuat dari karet tervulkanisir mucul di tahun 1870 , masyarakat kemudian menyebut sarung tersebut sebagai karet. Pada masa itu kondom karet sanagt mahal dan tebal. Para penggunanya disarankan mencucinya terlebih dahulu sebelum dan setelah berhubungan seks. Mereka boleh memakainya berulang-ulang sampai karet bocor atau rusak.
Kondom Latex
Jauh lebih tipis, steril, dan hanya sekali pakai, kondom generasi baru ini mulai dipakai tahun 1930-an. Beberapa kondom poun di desain bentuk lonjong dan efek yang menggelikitik untuk memuaskan wanita. Kondom ini pun sudah memiliki tudung untuk menampung sperma sehingga nyaman untuk pria dan aman untuk wanita.
Kodom Polyuretan
Ini merupakan versi terakhir dari kondom. Bahannya lebih tipis dari latex, lebih kedap dan anti bocor, serta memiliki pelumas. Kondom baru ini dianngap lebih ideal untuk pria dan aman untuk wanita yang alergii terhadap latex.
Mitos dan Fakta Seputar Kondom
Banyak mitos tentang kondom yang membuat orang ragu menggunakannya. Agar tak salah kaprah, ketahui fakta dan dapatkan manfaatnya.
Mitos: Tetap bisa hamil meski menggunakan kondom
Fakta: Penggunaan kondom sebenarnya lebih untuk mengurangi risiko terjadinya kehamilan. Jadi, risiko tetap ada meski presentasenya kecil, terutama jika kondom pecah atau bocor.
Fakta: Penggunaan kondom sebenarnya lebih untuk mengurangi risiko terjadinya kehamilan. Jadi, risiko tetap ada meski presentasenya kecil, terutama jika kondom pecah atau bocor.
Mitos: Kondom mengurangi kenikmatan seksual
Fakta: Kondom pada masa kini sudah mengalami banyak perubahan dan perbaikan. Kondom terbuat dari material yang tipis, elastis, dan awet sehingga sama sekali tidak mengurangi tingkat sensitivitas kulit. Kondom juga tersedia dalam berbagai pilihan warna dan rasa yang dapat membuat permainan cinta Anda dan pasangan jadi lebih menyenangkan. Jadi, tak perlu khawatir.
Fakta: Kondom pada masa kini sudah mengalami banyak perubahan dan perbaikan. Kondom terbuat dari material yang tipis, elastis, dan awet sehingga sama sekali tidak mengurangi tingkat sensitivitas kulit. Kondom juga tersedia dalam berbagai pilihan warna dan rasa yang dapat membuat permainan cinta Anda dan pasangan jadi lebih menyenangkan. Jadi, tak perlu khawatir.
Mitos: Kondom menimbulkan alergi
Fakta: Kebanyakan kondom terbuat dari lateks. Namun, hanya 1-3 persen orang yang alergi terhadap bahan ini. Toh ada pula kondom yang terbuat dari nonlateks. Orang yang alergi terhadap lateks bisa memilih kondom berbahan baku polyurethane. Mana lebih baik? Tenang, kedua jenis kondom ini terbukti sama efektifnya.
Fakta: Kebanyakan kondom terbuat dari lateks. Namun, hanya 1-3 persen orang yang alergi terhadap bahan ini. Toh ada pula kondom yang terbuat dari nonlateks. Orang yang alergi terhadap lateks bisa memilih kondom berbahan baku polyurethane. Mana lebih baik? Tenang, kedua jenis kondom ini terbukti sama efektifnya.
Mitos: Kondom lebih baik digunakan bersama krim, pelumas, dan gel.
Fakta: Sebaiknya Anda tidak mempercayai mitos ini. Pasalnya, gel dan krim tertentu, termasuk baby oil dan hand body, justru dapat menyebabkan rasa gatal, terbakar, ataupun reaksi alergi lain. Zat-zat di dalam gel dan krim tersebut juga dapat merusak kondom.
Fakta: Sebaiknya Anda tidak mempercayai mitos ini. Pasalnya, gel dan krim tertentu, termasuk baby oil dan hand body, justru dapat menyebabkan rasa gatal, terbakar, ataupun reaksi alergi lain. Zat-zat di dalam gel dan krim tersebut juga dapat merusak kondom.
Bahkan, krim dan pelumas mengandung minyak yang dapat menciptakan lubang pada lateks dengan sangat cepat. Jika ingin tetap menggunakan pelumas, pastikan Anda mengenakan kondom yang terbuat dari bahan polyurethane karena aman digunakan bersama minyak dan pelumas berbahan dasar air.
Mitos: Memasang kondom “meredupkan” ereksi pasangan
Fakta: Mitos ini memang berlaku pada sejumlah orang. Namun, kebanyakan lelaki tetap bisa mempertahankan ereksi selama 15 detik saat kondom menyentuh Mr P mereka.
Fakta: Mitos ini memang berlaku pada sejumlah orang. Namun, kebanyakan lelaki tetap bisa mempertahankan ereksi selama 15 detik saat kondom menyentuh Mr P mereka.
Namun, bagi Anda yang memiliki pasangan bermasalah dengan kondom, ada banyak cara untuk tidak “membunuh” reaksinya. Pertama, buka dulu kemasan kondom sebelum acara bercinta dimulai. Lalu, tempatkan kondom di samping tempat tidur sebelum pasangan melakukan penetrasi. Sebaiknya Andalah yang memasangkan kondom karena sentuhan Anda yang akan membuat Mr P tetap berdiri seperti yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar