Sebuah penelitian menyebutkan bahwa aktivitas menguap itu ternyata ‘berbahaya’ karena akan berdampak penularan bagi orang-orang terdekat Anda. Benarkah?
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Public Library of Science ONE mengungkapkan bahwa menguap merupakan sebuah bentuk ikatan empati yang terjadi di dalam sebuah kelompok sosial.
“Kami ingin mencoba memahami faktor apa yang paling penting dalam mempengaruhi penularan menguap pada manusia. Sehingga kami mengumpulkan data selama satu tahun dari beberapa negara berbeda di dunia,” ungkap peneliti Prof Elisabetta Palagi.
Peneliti dari University of Pisa, Italia meneliti 109 orang dewasa berjumlahj 53 pria dan 56 wanita di Eropa, Amerika Utara, Asia dan Afrika selama 12 bulan.
Para peneliti lantas membagi partisipan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama menjadi kelompok ‘pemicu’ menguap, sedangkan kelompok lainnya menjadi kelompok yang tertangkap tertular menguap.
Peneliti mendapati terdapat 480 kasus menguap selama masa percobaan, dimana para peneliti mencatat terdapat satu orang tertular menguap dalam jangka waktu tiga menit.
Peneliti juga menemukan hampir setengah partisipan yang tertular menguap adalah mereka yang saling kenal baik satu sama lain, seperti keluarga dan teman dekat, dibandingkan dengan orang asing atau orang baru mereka kenal.
“Kami menemukan faktor paling penting bukanlah ras, warna kulit, perbedaan kebiasaan budaya, jenis kelamin atau usia. Namun lebih kepada jenis hubungan antara keduanya,” tambah Prof Palagi.
Sedikit orang yang mengetahui tentang fenomena ini, yang dikenal dengan penularan menguap. Menguap merupakan suatu bentuk sinyal kelelahan, stres atau bosan.
Para peneliti juga menduga bahwa seperti tersenyum, menguap adalah bentuk empati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar